Dipanggil untuk Menderita dan Bersukacita: Agar Kita Dapat Memperoleh Kristus
Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah dalam Tuhan. Menuliskan hal ini lagi kepadamu tidaklah berat bagiku dan memberi kepastian kepadamu. (2) Hati-hatilah terhadap anjing-anjing, hati-hatilah terhadap pekerja-pekerja yang jahat, hati-hatilah terhadap penyunat-penyunat yang palsu, (3) karena kitalah orang-orang bersunat, yang beribadah oleh Roh Allah, dan bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. (4) Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: (5) disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, (6) tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat. (7) Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. (8) Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, (9) dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan. (10) Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, (11) supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati. (12) Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. (13) Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, (14) dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.
Alkitab Menjanjikan Penderitaan bagi Umat Allah
Dalam minggu-minggu ini, kita sedang memusatkan perhatian pada perlunya untuk siap menderita. Alasan bagi hal ini bukanlah sekadar perasaan saya saja bahwa hari-hari ini adalah jahat dan jalan kebenaran itu mahal, tetapi berdasarkan pada janji Alkitab bahwa umat Allah akan menderita.
Contohnya, Kisah Para Rasul 14:22 mengatakan bahwa Paulus berkata kepada semua gereja yang baru didirikannya, “Untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara.” Dan Yesus berkata, “Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu” (Yohanes 15:20). Juga Petrus berkata, “Janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu” (1 Petrus 4:12). Dengan kata lain, penderitaan bukanlah sesuatu yang aneh; itu harus diekspektasi. Dan Paulus berkata (di 2 Timotius 3:12), “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya.”
Maka saya menerimanya sebagai kebenaran alkitabiah bahwa semakin sungguh-sungguh kita menjadi garam dunia dan terang dunia, menjangkau orang-orang dunia yang belum terjangkau, mengekspos perbuatan kegelapan, dan melepaskan ikatan dosa dan Iblis, kita akan semakin menderita. Itulah sebabnya kita harus siap. Dan itulah sebabnya saya berkhotbah dalam minggu-minggu ini dari teks yang akan menolong kita mempersiapkan diri.
Berita-berita ini berkenaan dengan empat tujuan yang Allah miliki dalam penderitaan kita dalam melayani Dia. Satu adalah tujuan moral atau rohani: di dalam penderitaan kita akan menjadi berharap lebih sepenuhnya kepada Allah dan tidak lagi meyakini hal-hal yang berasal dari dunia. Kedua, ada tujuan keintiman: kita akan semakin mengenal Kristus dengan lebih baik ketika kita berbagian dalam penderitaan-penderitaan-Nya. Itulah fokus kita hari ini.
Tujuan Keintiman yang Lebih Besar dengan Kristus
Allah menolong kita untuk siap menderita dengan mengajar kita dan menunjukkan kepada kita bahwa melalui penderitaan, kita diharapkan untuk memasuki hubungan yang lebih dalam dengan Kristus. Anda mengenal Dia lebih baik ketika Anda berbagian dalam penderitaan-Nya. Orang-orang yang menulis dengan sangat dalam dan manis tentang keberhargaan Kristus adalah orang-orang yang telah sangat menderita bersama-sama dengan Dia.
Penderitaan dalam Kehidupan Jerry Bridges
Contohnya, buku Jerry Bridges, Trusting God, Even When Life Hurts (“Memercayai Allah, Bahkan Ketika Hidup itu Menyakitkan”), merupakan sebuah buku yang dalam dan menolong tentang penderitaan dan bergaul akrab dengan Allah melewati penderitaan. Maka tidaklah mengherankan untuk mengetahui bahwa ketika ia berusia 14 tahun, ia mendengar ibunya berteriak di ruang sebelah. Ia sama sekali tidak menduga bahwa waktu tiba di sana ia melihat ibunya mengembuskan nafasnya yang terakhir. Ia juga memiliki kondisi fisik yang menghalanginya untuk melakukan olahraga-olahraga biasa. Beberapa tahun yang lalu istrinya mati karena kanker. Ia melayani Allah bersama para Navigator, dan itu tidak menghindarkan dia dari penderitaan. Ia menulis dengan sangat dalam tentang penderitaan, karena ia telah bergaul akrab dengan Kristus dalam penderitaan.
Penderitaan dalam Kehidupan Horatius Bonar
Pada seratus tahun yang lalu Horatius Bonar, pendeta Skotlandia dan penulis himne, menulis buku kecil yang disebut Night of Weeping, or, “When God’s Children Suffer” (“Malam Ratapan, atau, Ketika Anak-Anak Allah Menderita”). Di dalam buku ini, ia mengatakan bahwa tujuan hidupnya adalah, “untuk melayani orang-orang kudus ... berusaha memikul beban-beban mereka, membebat luka-luka mereka, dan mengeringkan setidaknya sebagian dari air mata mereka yang banyak itu.” Itu adalah sebuah buku yang lemah lembut, dalam, dan bijaksana. Maka tidaklah mengherankan untuk mendengar dia berkata,
Buku ini ditulis oleh orang yang berusaha untuk mendapat keuntungan dari pencobaan, dan gemetar kalau-kalau itu akan berlalu seperti angin di atas batu karang, yang meninggalkan batu itu keras sekali; oleh orang yang dalam setiap kesedihan akan mendekat kepada Allah, agar ia dapat lebih mengenal Dia, dan yang bersedia mengakui bahwa ia hanya tahu sedikit saja.
Bridges dan Bonar menunjukkan kepada kita bahwa penderitaan merupakan sebuah jalan setapak untuk masuk jauh ke dalam hati Allah. Allah memiliki penyataan-penyataan khusus akan kemuliaan-Nya bagi anak-anak-Nya yang menderita.
Perkataan Ayub, Stefanus, dan Petrus
Setelah berbulan-bulan menderita, akhirnya Ayub berkata kepada Allah, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau” (Ayub 42:5). Ayub adalah orang yang saleh dan benar, menyenangkan Allah, tetapi perbedaan antara apa yang ia ketahui tentang Allah ketika ia makmur dan apa yang ia ketahui tentang Dia melalui kesengsaraan merupakan perbedaan antara mendengar tentang dan melihat.
Ketika Stefanus ditangkap dan diadili karena imannya serta diberi kesempatan untuk berkhotbah, hasilnya adalah bahwa para pemimpin religius dibuat marah sekali dan melampiaskan kemarahan mereka padanya. Mereka hendak menyeret dia keluar dari kota itu dan membunuh dia. Pada saat itu, Lukas mengatakan kepada kita, “Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah” (Kisah Para Rasul 7:55). Ada suatu penyataan khusus, keintiman khusus, yang disiapkan bagi orang-orang yang menderita bersama-sama dengan Kristus.
Petrus mengatakannya demikian, “Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah, ada padamu” (1 Petrus 4:14). Dengan kata lain Allah mencadangkan kedatangan dan ketentraman Roh-Nya serta kemuliaan-Nya yang khusus atas anak-anak-Nya yang menderita bagi nama-Nya.
Tiga Observasi dari Teks
Maka fokus berita hari ini adalah pada faktor keintiman dalam penderitaan ini. Salah satu tujuan penderitaan orang-orang kudus adalah agar hubungan mereka dengan Allah menjadi tidak formal, tidak dibuat-buat, tidak jauh, dan menjadi lebih pribadi, lebih nyata, lebih intim, dekat dan dalam.
Dalam teks kita (Filipi 3:5-11) saya ingin kita melihat setidaknya tiga hal:
Pertama, persiapan Paulus untuk menderita dengan memutarbalikkan nilai-nilainya;
Kedua, pengalaman Paulus akan penderitaan dan kehilangan sebagai harga ketaatannya pada Kristus;
Ketiga, tujuan Paulus dalam semua ini, yaitu, untuk memperoleh Kristus: untuk mengenal Dia dan berada di dalam Dia dan bersekutu lebih intim dan nyata dengan Dia ketimbang yang dialaminya bersama teman-teman baiknya, Barnabas dan Silas.
1. Persiapan Paulus untuk Menderita
Di ayat 5 dan 6 Paulus menyebutkan kekhususan-kekhususan yang ia nikmati sebelum ia menjadi orang Kristen. Ia memberikan asal-usul etnisnya sebagai anak Abraham yang berdarah murni, seorang Ibrani asli. Hal ini membawa keuntungan besar baginya, perasaan signifikan dan sangat terjamin. Ia adalah orang Israel. Lalu ia menyebutkan tiga hal yang tepat menuju ke inti kehidupan Paulus sebelum ia menjadi orang Kristen (di akhir ayat 5): “tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat.”
Nilai-nilai Paulus Sebelum Ia Bertemu Kristus
Inilah kehidupan Paulus. Inilah apa yang memberi dia arti dan signifikansi. Inilah perolehannya, keuntungannya, sukacitanya. Goresan-goresan yang berbeda untuk orang-orang yang berbeda – dan kehidupan Paulus adalah bahwa ia termasuk eselon atas dari para pemelihara hukum Taurat, kaum Farisi, dan di antara mereka ia sangat giat sehingga ia memimpin dalam menganiaya para musuh Allah, gereja Yesus, dan ia memelihara hukum Taurat dengan sangat teliti. Ia mendapat goresan-goresan dari yang ia miliki, ia mendapat goresan-goresan dari keunggulan, ia mendapat goresan-goresan dari Allah – atau demikian Ia pikir – karena ia memelihara hukum Taurat tanpa cacat.
Lalu ketika ia berjumpa dengan Kristus, Anak Allah yang hidup, dalam perjalanan ke Damsyik. Kristus mengatakan kepadanya berapa banyak ia [Paulus] harus menderita (Kisah Para Rasul 9:16). Lalu Paulus menyiapkan dirinya.
Paulus Menganggap Nilai-nilainya yang Sebelumnya sebagai Kerugian
Cara ia mempersiapkan diri dijabarkan di ayat 7. “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus.” Paulus memandang kepada kedudukannya dalam eselon atas masyarakat religius, kaum Farisi; ia melihat kepada kemuliaan berada di puncak kelompok itu dengan semua goresan dan sorakan pujian; ia memandang kepada kerasnya ia memelihara hukum Taurat dan rasa kebanggaan moral yang ia nikmati; dan ia bersiap-siap untuk menderita dengan mengambil seluruh dunianya lalu menjungkirbalikkannya, dengan membalikkan nilai-nilainya: “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku [yaitu, ayat 5-6], sekarang kuanggap rugi karena Kristus.”
Sebelum ia menjadi orang Kristen, ia memiliki buku besar dengan dua kolom: satu yang dikatakan keuntungan-keuntungan, dan yang lain yang dikatakan kerugian-kerugian. Pada sisi keuntungan ada kemuliaan manusia di ayat 5-6. Pada sisi kerugian ada prospek yang buruk sekali dari gerakan Yesus yang kemungkinan tak dapat dikendalikan dan Yesus terbukti riil dan mencapai kemenangan. Ketika ia bertemu Kristus yang hidup dalam perjalanan ke Damsyik, Paulus mengambil sebuah pensil merah besar dan menuliskan “KERUGIAN” dengan huruf besar bewarna merah di kolom keuntungan-keuntungannya. Lalu ia menulis “KEUNTUNGAN” dalam huruf besar di atas kolom kerugian yang hanya memiliki satu nama di dalamnya: Kristus.
Dan bukan hanya itu, semakin Paulus memikirkan tentang nilai-nilai hidup yang relatif dalam dunia ini dan kebesaran Kristus, ia bergerak melebihi beberapa hal yang disebutkan di ayat 5-6 dan menempatkan segala sesuatu kecuali Kristus di kolom pertama itu: Ayat 8: “Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya.” Ia memulai dengan menganggap prestasi-prestasinya yang paling berharga sebagai kerugian, dan ia mengakhiri dengan menganggap segala sesuatu sebagai kerugian, kecuali Kristus.
Kekristenan yang Normal
Itulah artinya menjadi orang Kristen bagi Paulus. Kalau-kalau seseorang di antara kita berpikir ia unik atau aneh, perhatikan bahwa di ayat 17 ia mengatakan dengan otoritas kerasulannya yang penuh, “Saudara-saudara, ikutilah teladanku.” Ini adalah Kekristenan yang normal.
Apa yang sedang Paulus lakukan di sini adalah menunjukkan bagaimana ajaran Yesus harus dihidupi. Contohnya, Yesus berkata, “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu” (Matius 13:44). Menjadi orang Kristen berarti menemukan bahwa Kristus (sang Raja) merupakan Peti Harta sukacita yang kudus dan menulis “KERUGIAN” atas segala sesuatu yang lain dalam dunia untuk memperoleh Dia. “Ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.”
Atau lagi di Lukas 14:33 Yesus berkata, “Tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” Dengan kata lain, menjadi seorang murid Yesus berarti menulis “KERUGIAN” dalam huruf-huruf besar bewarna merah atas seluruh harta milik Anda – dan segala sesuatu lainnya yang dunia ini berikan.
Apa Artinya Ini Secara Praktis
Sekarang, apa artinya itu secara praktis? Saya pikir itu berarti empat hal:
Itu berarti bahwa bilamana saya dipanggil untuk memilih antara apa pun dalam dunia ini dan Kristus, saya memilih Kristus.
Itu berarti bahwa saya akan menghadapi hal-hal dunia ini dengan cara-cara yang membawa saya lebih dekat kepada Kristus, sehingga saya lebih banyak memperoleh Kristus dan menikmati Dia lebih banyak melalui cara saya menggunakan hal-hal dunia.
Itu berarti bahwa saya akan selalu menghadapi hal-hal dunia ini dengan cara-cara yang menunjukkan bahwa semua itu bukan harta saya, tetapi lebih menunjukkan bahwa Kristus adalah harta saya.
Itu berarti bahwa jika saya kehilangan sesuatu atau segala sesuatu yang dunia ini dapat berikan, saya tidak akan kehilangan sukacita saya atau harta saya atau hidup saya, karena Kristus adalah segalanya.
Jadi itulah perhitungan yang Paulus hitung dalam jiwanya (ay. 8): “Segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya.” Kristus adalah segalanya dan semua lainnya adalah kerugian.
Mengapa Ini Merupakan Suatu Cara Persiapan untuk Menderita?
Sekarang marilah kita mundur sejenak dan menentukan tempat kita. Saya masih membahas poin pertama: yaitu, bahwa ini adalah cara Paulus mempersiapkan diri untuk menderita. Mengapa saya berkata demikian? Mengapa menjadi orang Kristen, dan menulis “KERUGIAN” untuk segala sesuatu dalam hidup Anda kecuali Kristus merupakan suatu cara persiapan untuk menderita?
Jawabannya adalah bahwa penderitaan itu tidak lebih dari mengambil hal-hal yang buruk atau hal-hal yang baik yang dunia tawarkan untuk kenikmatan kita – reputasi, penghargaan di antara teman-teman sebaya, pekerjaan, uang, pasangan, kehidupan seksual, anak-anak, teman-teman, kesehatan, kekuatan, penglihatan, pendengaran, kesuksesan, dan sebagainya. Ketika hal-hal ini diambil (secara paksa maupun oleh karena keadaan ataupun karena pilihan sendiri), kita menderita. Tetapi jika kita telah mengikuti Paulus dan ajaran Yesus dan sudah menganggap semua itu sebagai kerugian karena memperoleh Kristus lebih mulia daripada segalanya, maka kita siap untuk menderita.
Jika ketika Anda menjadi orang Kristen Anda menulis “KERUGIAN” dengan huruf besar bewarna merah untuk segala sesuatu dalam dunia kecuali Kristus, maka ketika Kristus memanggil Anda untuk mengorbankan sebagian dari hal itu, itu tidaklah luar biasa atau bukan tidak diharapkan. Penderitaan dan kesedihan mungkin besar. Mungkin banyak air mata, sebagaimana juga yang Yesus alami di Getsemani. Tetapi kita akan siap. Kita akan mengetahui bahwa nilai Kristus melampaui segala sesuatu yang dapat diberikan oleh dunia dan dalam hal kehilangan semua itu, kita mendapat lebih banyak akan Kristus.
2. Pengalaman Paulus akan Penderitaan
Jadi dalam paruh kedua ayat 8, Paulus bergerak dari persiapan untuk menderita kepada penderitaan yang sesungguhnya. Ia bergerak dari menganggap segala sesuatu sebagai kerugian di paroh pertama ayat 8 kepada sesungguhnya melepaskan semuanya itu di paroh kedua ayat itu. “... oleh karena Dialah [yaitu, Kristus] aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.” Kita akan melihat hal ini minggu depan: Paulus telah mengalami begitu banyak kerugian yang sesungguhnya akan manfaat-manfaat dan penghiburan-penghiburan yang wajar dari dunia, sehingga ia dapat berkata bahwa ia bukan hanya menganggap segala sesuatu sebagai kerugian; ia sedang mengalami kerugian. Ia telah mempersiapkan diri dengan menjungkirbalikkan nilai-nilainya dan sekarang ia sedang diuji. Apakah ia menghargai Kristus di atas semuanya?
3.Tujuan Paulus (dan Tujuan Allah) dalam Penderitaan
Maka biarlah saya menutup dengan menumpukan perhatian kita pada tujuan Paulus dan tujuan Allah dalam penderitaan ini. Mengapa Allah menetapkan dan Paulus menerima kerugian-kerugian yang berarti bagi dia sebagai orang Kristen?
Paulus memberikan jawabannya berulang kali di ayat-ayat ini, agar kita tidak akan salah menanggapi maksudnya. Ia tidaklah pasif dalam melepaskan semuanya ini. Ia punya tujuan. Dan tujuannya adalah untuk memperoleh Kristus.
Ayat 7: “Kuanggap rugi karena Kristus.”
Ayat 8a: “Segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya.”
Ayat 8b: “Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu.”
Ayat 8c: “Dan aku menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus ...”
Ayat 9: “... dan berada dalam Dia [untuk memiliki kebenaran Allah, bukan kebenaranku sendiri] ...”
Ayat 10a: (masih memberikan tujuannya dalam menerima kerugian atas segala sesuatu) “... agar aku mengenal Dia”
Ayat 10b-11: (diikuti dengan empat kekhususan tentang apa artinya mengenal Kristus)
“... [mengenal] kuasa kebangkitan-Nya”; dan
“persekutuan dalam penderitaan-Nya”
“menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya”;
“supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.”
Dengan kata lain, apa yang menopang Paulus dalam penderitaannya melepaskan segala sesuatu adalah keyakinan bahwa di dalam kehilangan hal-hal yang berharga di dunia, ia sedang memperoleh sesuatu yang lebih berharga – Kristus.
Dan dua kali hal memperoleh itu disebut sebagai suatu pengenalan – ayat 8a: “... karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia.” Ayat 10: “Agar aku dapat mengenal Dia.” Ini merupakan faktor keintiman dalam penderitaan. Apakah kita ingin mengenal Dia? Apakah kita ingin menjadi lebih pribadi dengan Dia, lebih mendalam dengan Dia, lebih nyata dengan Dia dan lebih intim dengan Dia – sehingga kita menganggap segala sesuatu sebagai kerugian untuk memperoleh harta yang terbesar dari segala harta ini?
Jika kita demikian, kita akan siap untuk menderita. Jika kita tidak demikian, penderitaan akan mengejutkan kita dan kita akan memberontak. Kiranya Tuhan membuka mata kita kepada keberhargaan mengenal Kristus yang lebih mulia daripada segalanya!