Bertekunlah dalam Doa
. . . Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!
Tujuan pemberitaan saya pagi ini, yang sederhana dan mustahil menurut anggapan manusia itu, adalah bahwa agar Anda semua bertekun dalam doa pada tahun 2003 mendatang. Ini menjadi tujuan saya karena ini merupakan panggilan Alkitab bagi kita. Teks yang menjadi referensi saya adalah Roma 12:12 yang merupakan bagian dari serangkaian imbauan yang lebih panjang. Teks ini mengatakan bahwa kita hendaknya “bersukacita dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan, dan bertekun (proskarterountes) dalam doa!”
Versi Anda mungkin mengatakan, “terus berdoa” atau “setia berdoa.” Semua itu memang merupakan sejumlah aspek dari makna kata tersebut. “Bertekun” merupakan terjemahan yang tepat. Kata itu digunakan dalam Markus 3:9 yang menyatakan, “Ia [Yesus] menyuruh murid-murid-Nya menyediakan (proskartere) sebuah perahu bagi-Nya karena orang banyak itu, supaya mereka jangan sampai menghimpit-Nya.” Sebuah perahu dikhususkan – disediakan – untuk tujuan membawa Yesus sekiranya orang banyak itu sampai mengancam keselamatan Yesus. “Disediakan” – didedikasikan untuk sebuah tugas, ditetapkan untuk tugas itu.
Sekarang, perahu-perahu tersebut hanya tertambat di sana. Tetapi bukan demikian halnya dengan manusia. Ketika kata tersebut diaplikasikan kepada seorang manusia, itu berimplikasi disediakan atau didedikasikan dalam pengertian yang bukan hanya terkait dengan tujuan dan penetapannya, namun juga dengan performa dalam melaksanakan tugas yang telah ditetapkan, dan pengembangannya. Contohnya dalam Roma 13:6, Rasul Paulus berbicara mengenai peran pemerintah sebagai berikut: “Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak. Karena mereka yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan Allah.” Yaitu, mereka bukan hanya ditetapkan oleh Allah untuk sebuah tugas, tetapi juga mendedikasikan diri mereka kepada tugas itu.
Apa yang luar biasa mengenai firman ini adalah fakta betapa lima dari sepuluh aplikasi dalam Perjanjian Baru itu menjadikan doa sebagai temanya. Perhatikan, selain Roma 12:12, ada beberapa lagi:
Kisah Para Rasul 1:14 (setelah kenaikan Yesus, sementara para murid sedang menanti di Yerusalem untuk pencurahan Roh), “Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama, dengan beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus, dan dengan saudara-saudara Yesus.”
Kisah Para Rasul 2:42 (tentang jemaat mula-mula di Yerusalem), “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.”
Kisah Para Rasul 6:4 (demikian kata para rasul), “Supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman.”
Kolose 4:2 (Rasul Paulus berkata kepada kita semua), “Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur.”
Jadi, berdasarkan sejumlah kutipan dari Perjanjian Baru, kita dapat menyimpulkan bahwa kehidupan Kristen yang normal itu identik dengan kehidupan yang bertekun dalam doa. Maka dalam peralihan dari tahun 2002 menuju tahun 2003 ini sepatutnyalah Anda bertanya, “Apakah saya sudah bertekun dalam doa?”
Itu bukan lantas berarti bahwa doa menjadi satu-satunya hal yang Anda lakukan – ibarat seorang suami disebut berdedikasi jika ia menghabiskan seluruh waktunya dengan bercengkerama bersama sang istri. Sebaliknya, dedikasi sang suami kepada sang istri selayaknyalah memengaruhi segala aspek dalam hidupnya dan membuat dia memberikan seluruh keberadaannya kepada sang istri dalam beraneka cara. Jadi, bertekun dalam doa tidak berarti bahwa berdoa kemudian menjadi satu-satunya kegiatan Anda (sekalipun pada bagian lain, Rasul Paulus mengatakan, “tetaplah berdoa” [atau, “berdoalah tanpa henti”], 1 Tesalonika 5:17). Ini berarti ada sejenis pola berdoa yang memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai bertekun dalam doa. Dan itu tidak akan sama bagi setiap orang. Sebaliknya itu pasti merupakan sesuatu yang signifikan. Bertekun dalam doa pastilah berbeda dengan tidak bertekun dalam doa. Dan Allah jelas memahami perbedaan itu. Ia akan meminta pertanggungjawaban kita: sudahkah kita bertekun dalam doa? Apakah Anda memiliki sejenis pola berdoa yang layak disebut sebagai “bertekun dalam doa”?
Saya pikir mayoritas kita akan setuju bahwa ada beberapa pola berdoa yang tidak layak disebut sebagai “bertekun dalam doa.” Berdoa hanya pada saat krisis menghampiri hidup Anda jelas tidak termasuk dalam pola bertekun dalam doa. Berdoa hanya pada waktu makan merupakan sebuah pola, tetapi apakah itu memiliki sesuai dengan imbauan Rasul Paulus kepada jemaat untuk “bertekun dalam doa”? Doa pendek “Aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur” pada malam hari juga tidak identik dengan pola “bertekun dalam doa.” Doa spontan, “Tolong saya, Tuhan” di mobil saat Anda membutuhkan tempat parkir juga bukan merupakan pola “bertekun dalam doa.” Semua itu baik. Tetapi saya pikir kita semua setuju bahwa Rasul Paulus mengharapkan sesuatu yang lebih dan berbeda dari para pengikut Kristus ketika ia mengimbau, “Bertekunlah dalam doa.”
Dalam kesemuanya itu, janganlah kita lupa, seperti yang telah kita bahas pada minggu yang lalu, bahwa salib Kristus – kematian-Nya menebus orang berdosa – merupakan fondasi dari semua doa kita. Takkan ada jawaban yang dapat diterima bagi pertanyaan MENGAPA atau BAGAIMANA kita berdoa, sekiranya Kristus tidak mati menebus kita. Itulah sebabnya kita berdoa “dalam nama Yesus.”
Ketika saya mengevaluasi sejumlah rintangan terhadap doa yang akan saya jadikan topik pembahasan, beberapa di antaranya dapat dikategorikan ke dalam pertanyaan, MENGAPA harus berdoa? Dan beberapa yang lain dapat dikategorikan ke dalam pertanyaan, BAGAIMANA harus berdoa. Pagi ini saya ingin berfokus pada BAGAIMANA harus berdoa. Bukan karena pertanyaan MENGAPA itu kurang penting, tetapi menurut saya, kita sepertinya telah memiliki semua jawaban theologis yang tepat bagi pertanyaan mengapa harus berdoa, namun tetap saja kita tidak memedulikan dan bahkan terus saja melalaikan doa. Maka saya memutuskan untuk memberikan jawaban singkat terkait pertanyaan MENGAPA, lalu segera berfokus pada pertanyaan praktis terkait BAGAIMANA, yang saya harapkan dapat menjadi inspirasi bagi Anda dalam mengupayakan pencapaian-pencapaian baru untuk dapat menjadi “bertekun dalam doa” pada tahun 2003 mendatang.
MENGAPA Harus Berdoa?
Saya akan mengawali dengan tiga jawaban singkat bagi pertanyaan MENGAPA kita harus bertekun dalam doa.
Alkitab mengajar kita berdoa dan kita memang selayaknya melakukan apa yang difirmankan Allah. Teks ini, selain beberapa perikop yang lain, menyatakan, “Bertekunlah dalam doa.” Jika kita tidak bertekun dalam doa, maka itu berarti kita tidak menaati Kitab Suci. Itu bodoh dan berbahaya. Jika berdoa terasa tidak mudah bagi Anda, ingat saja betapa Anda memang merupakan bagian dari kami semua yang adalah para pendosa yang telah jatuh. Maka, berjuanglah. Ajarkanlah firman Tuhan kepada diri Anda sendiri. Jangan biarkan dosa dan kelemahan serta hasrat duniawi menguasai Anda. Allah berfirman, “Bertekunlah dalam doa.” Maka berjuanglah untuk itu.
Kebutuhan dalam kehidupan pribadi Anda, dalam keluarga Anda, dalam gereja Anda maupun gereja-gereja lain, dalam program misi dunia, dan dalam budaya kita secara keseluruhan sangatlah besar dan mendesak. Dalam banyak kasus, terjadi pertaruhan kekuatan antara sorga dan neraka, kepercayaan atau ketidakpercayaan, hidup dan mati. Ingatlah betapa dalam Roma 9:2 Rasul Paulus mengungkapkan dukacita dan kesedihannya bagi kaum sebangsanya yang akan binasa dan betapa dalam Roma 10:1 ia berdoa untuk mereka dengan sungguh-sungguh, “Saudara-saudara, keinginan hati dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan.” Keselamatan dipertaruhkan ketika kita berdoa. Anda takkan memahami manfaat doa sampai kemudian Anda tahu bahwa hidup adalah peperangan. Salah satu rintangan terbesar bagi kita untuk berdoa adalah fakta bahwa hampir sepanjang waktu, rutinitas kehidupan kita berjalan lancar-lancar saja. Garis depan peperangan berada jauh di luar sana, sedangkan di sini, di dalam lingkungan kecil saya segala sesuatu berjalan dengan lancar, damai, dan menyenangkan. Kiranya Allah menjadikan mata kita melek agar kita mampu melihat dan merasakan kebutuhan di sekitar kita dan potensi doa yang besar.
Alasan ketiga untuk berdoa adalah karena Allah bertindak ketika kita berdoa. Allah dapat melakukan banyak hal dalam waktu lima detik saja, jauh lebih banyak daripada yang dapat kita lakukan dalam waktu lima tahun. Oh, betapa saya telah memahami hal ini selama bertahun-tahun. Sungguh menakjubkan bagi saya untuk berulang kali menundukkan kepala dan memohon kepada Allah ketika saya mempersiapkan khotbah, atau selama menghadapi krisis konseling, atau selama mendengarkan sebuah kesaksian, atau selama melakukan rapat perencanaan, dan selama menantikan terobosan demi terobosan yang tidak pernah muncul sebelum saya berdoa. Betapa pentingnya pelajaran yang didapat jika saya merasa cemas dan ingin segera bekerja karena begitu banyak yang harus saya lakukan sehingga saya tidak tahu bagaimana saya dapat menyelesaikannya; namun saya memaksa diri saya untuk dapat berpikir secara realistis dan alkitabiah, dan menyediakan waktu untuk berlutut dalam doa sebelum mulai bekerja; maka sementara saya berlutut, saya memiliki sejumlah gagasan yang berkecamuk dalam pikiran saya tentang bagaimana mengatasi sebuah masalah, atau menyusun khotbah, atau menghadapi krisis, atau memecahkan masalah theologis – dan dengan demikian, pengilhaman (iluminasi) lima detik dalam doa itu telah menyelamatkan diri saya dari berjam-jam penuh pergulatan dan frustrasi karena harus memeras otak dalam upaya saya untuk menemukan solusi! Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa Allah tidak suka kita bekerja keras. Maksud saya, doa dapat menjadikan upaya Anda 5.000 kali lebih berbuah, dibandingkan jika Anda mengandalkan diri sendiri dalam melakukan upaya tersebut.
Memang ada banyak jawaban atas pertanyaan MENGAPA berdoa, tetapi inilah tiga di antaranya: 1) Allah memerintahkan kita untuk berdoa; 2) Kebutuhan untuk berdoa sangatlah besar, dan hal-hal kekallah yang sedang dipertaruhkan; 3) Allah bertindak ketika kita berdoa dan Ia selalu dapat melakukan lebih banyak dalam hitungan detik daripada yang dapat kita lakukan dalam hitungan jam atau minggu atau bahkan, tahun.
Masih banyak lagi pertanyaan seputar doa yang tidak dapat saya bahas satu per satu di sini. Itulah sebabnya ada sejumlah bab yang panjang mengenai doa dalam buku saya yang berjudul Desiring God1 dan The Pleasures of God2 dan Let the Nations Be Glad3 dan sebuah buku yang berjudul A Hunger for God: Desiring God through Prayer and Fasting (“Lapar akan Allah: Mendambakan Allah melalui Doa dan Berpuasa”). Khususnya jika Anda sedang mempergumulkan tema bagaimana kita harus berdoa bagi keselamatan umat manusia agar boleh berjalan seiring dengan doktrin pemilihan tanpa syarat, silakan Anda langsung membuka halaman 217-220 dari The Pleasures of God. 4
BAGAIMANA Harus Berdoa
Tetapi untuk waktu selanjutnya pagi ini, saya ingin berbicara tentang BAGAIMANA kita harus berdoa. Saya ingin mencoba menginspirasi Anda dengan kemungkinan-kemungkinan alkitabiah yang praktis yang mungkin belum pernah Anda pertimbangkan, atau barangkali pernah mencoba tetapi kemudian gagal untuk bertekun – gagal untuk “bertekun dalam doa.”
Inilah upaya saya untuk menguraikan apa makna bertekun dalam doa tanpa melibatkan mentalitas sempit ala caraku-atau-jalan pintas. Kita semua sangatlah berbeda. Agenda kita berbeda. Keluarga kita berbeda. Kita berada dalam dalam tahap-tahap kehidupan yang berbeda dengan tuntutan-tuntutan yang berbeda pada zaman kita. Kita berada pada level-level yang berbeda dalam kedewasaan rohani, dan tidak ada seorang pun yang menjadi dewasa dalam semalam. Apa yang mungkin sedang Anda kerjakan dalam kurun waktu lima tahun dengan penuh ketekunan dalam doa mungkin akan membuat Anda menengok ke belakang dan bertanya dalam hati, bagaimana Anda sanggup bertahan selama masa krisis tersebut. Namun kita semua dapat bergerak maju. Rasul Paulus suka menulis kepada jemaatnya dan berkata, “Hal itu memang telah kamu turuti, tetapi baiklah kamu melakukannya lebih bersungguh-sungguh lagi” (Filipi 1:9; 1 Tesalonika 4:1, 10). Dan jika ada tempat di mana “melakukannya lebih bersungguh-sungguh lagi” selayaknya diaplikasikan, maka itu adalah dalam ketekunan kita berdoa.
Saya akan memberikan sejumlah saran praktis berikut ini dalam komposisi lima pasang, dan setiap pasang akan dimulai dengan huruf yang berbeda, yang keseluruhannya akan berbunyi “F-A-D-E-S.” Tidak ada signifikansi pada kata “fades.” Hanya kebetulan saja bunyi huruf-huruf tersebut demikian saat disatukan. Tetapi jika Anda ingin memaksakannya, Anda dapat saja mengatakan bahwa tanpa lima pasang hal tersebut, ketekunan kita dalam doa akan “memudar” (fades).
F- Free and Formed (Bebas dan Terencana)
Yang saya maksud di sini adalah perbedaan antara doa yang terstruktur dan doa yang tidak terstruktur. Bertekun dalam doa berarti bahwa apa yang Anda ucapkan pada waktu-waktu doa Anda akan selalu spontan dan tidak terstruktur, tetapi sekaligus selalu terencana dan terstruktur. Jika Anda selalu spontan dalam doa-doa Anda, Anda mungkin akan menjadi dangkal dan hambar. Sebaliknya, jika Anda selalu terencana dalam doa-doa Anda, Anda mungkin akan menjadi mekanis dan palsu. Kedua cara berdoa itu sama pentingnya. Bukan ini ataupun itu, melainkan baik ini maupun itu.
Saya memaknai istilah spontan sebagai demikian: Anda akan terus-menerus merasa seperti mencurahkan jiwa Anda kepada Allah dan Anda rindu melakukannya. Anda tidak memerlukan catatan atau panduan atau daftar atau buku. Anda memiliki begitu banyak kebutuhan, sehingga kebutuhan-kebutuhan itu menggelinding keluar tanpa terencana. Ini baik. Tanpa ini, sangatlah diragukan jika kita benar-benar memiliki relasi sejati dengan Kristus. Dapatkah Anda membayangkan sebuah pernikahan atau persahabatan di mana semua bentuk komunikasinya harus disampaikan dengan cara membaca daftar-daftar atau buku-buku, atau hanya diungkapkan melalui teks-teks yang dihafal. Itu akan terasa sangat dibuat-buat.
Sebaliknya, saya mohon agar Anda tidak menganggap diri Anda sedemikian rohani atau banyak akal atau kaya atau disiplin, sehingga Anda dapat berdoa tanpa naskah. Saya teringat kepada empat macam naskah yang saya harap dapat Anda manfaatkan.
Naskah #1. Alkitab. Doakanlah isi Alkitab. Doakanlah doa-doa dalam Alkitab. Minggu ini kami sedang mengembangkan naskah doa kita berdasarkan isi doa dalam Efesus 3:14-19.
Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa, 15 yang dari pada-Nya semua turunan yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima namanya. 16 Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu, 17 sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih. 18 Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, 19 dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah.
Hafalkan perikop itu dan seringlah mengucapkannya sebagai doa. Doakanlah doa Bapa Kami dan ketika Anda melakukannya, ucapkan setiap frasa dengan kata-kata Anda sendiri dan aplikasikan itu pada orang-orang yang menjadi beban doa Anda. Doakanlah perintah-perintah dalam Alkitab: “Tolong saya – tolong istri saya, anak-anak saya, para penatua, para misionaris kami untuk mengasihi Engkau, Allah, dengan segenap hati saya dan segenap jiwa saya, dan segenap kekuatan saya.” Doakanlah janji-janji dalam Alkitab: “Oh Tuhan, pakailah semua otoritas yang Kaumiliki di sorga maupun di bumi, dan izinkanlah para misionaris kami menikmati manisnya janji bahwa Engkau akan menyertai mereka sampai kepada akhir zaman.” Doakanlah peringatan-peringatan dalam Alkitab: “Oh Tuhan, tolonglah saya melawan segala keinginan daging dengan kesungguhan seperti yang telah Engkau ajarkan ketika Engkau berkata, cungkillah matamu dan pergilah ke sorga daripada tubuhmu utuh tetapi engkau masuk ke dalam neraka.” Bukalah Alkitab di hadapan Anda dan taruhlah satu siku di satu sisi dan satu siku di sisi lain lalu doakanlah setiap paragraf dengan penyesalan mendalam atau pujian atau ucapan syukur atau permohonan.
Naskah #2. Daftar-daftar. Doakanlah daftar-daftar yang ada. Yang saya maksud di sini adalah daftar yang memuat nama sejumlah orang serta kebutuhan untuk didoakan. Jika Anda mampu mengingat semua nama orang serta kebutuhan yang harus Anda doakan tanpa bantuan sebuah daftar, maka Anda pasti adalah Allah. Saya sendiri wajib memiliki sejumlah daftar, sebagian di dalam kepala saya dan sebagian lagi di atas kertas. Saya telah mengingat sekitar 70 orang yang saya doakan dengan menyebut nama mereka setiap hari. Tetapi jumlah itu belum mencakup nama orang-orang yang bekerja di ladang misi yang Noel dan saya doakan setiap malam dari sebuah daftar tertulis. Itu juga belum mencakup nama para misionaris kita yang saya baca dari sebuah daftar. Dan semua itu hanya mencakup orang, belum termasuk kebutuhan-kebutuhan yang berubah dalam jiwa saya secara pribadi, dalam keluarga saya, dalam gereja, dan dalam dunia ini minggu demi minggu. Maka saya mengimbau agar Anda pun mulai menyusun daftar nama orang maupun kebutuhan. Simpanlah semacam map atau buku catatan atau data tentang doa dalam komputer yang Anda gunakan. Ingatlah saya baru membicarakan tentang paroh kedua dari kelima pasangan yang ada: bebas dan terencana. Jangan lupakan nilai kebebasan. Hal tersebut identik dengan baik-ini-maupun-itu, bukan ini-ataupun-itu.
Naskah #3. Buku-buku. Doakanlah terus buku-buku semacam Operation World *(“Operasi: Dunia – Buku Panduan Doa Definitif bagi Setiap Bangsa”) – yang membahas tentang karakteristik berbagai negara di dunia dan dampak Injil Kristus di dalamnya, selang satu atau dua hari sekali. Sungguh suatu cara yang otoritatif untuk mendapatkan hati yang mendunia dan visi tentang supremasi Allah! Doakanlah terus buku-buku semacam *Extreme Devotion (“Devosi Ekstrem: Suara Para Martir”) – artikel pendek yang memberi kita sekilas pandangan mengenai gereja yang mengalami aniaya dan penderitaan itu setiap hari sepanjang tahun. Ambillah buku saya, Let the Nations Be Glad5 dan bacalah halaman 57-62 lalu doakanlah 36 hal yang didoakan oleh jemaat gereja mula-mula satu terhadap yang lain. Ambillah The Valley of Vision (“Lembah Penglihatan: Kumpulan Doa-doa dan Renungan Puritan”), sebuah buku bertemakan doa-doa kaum Puritan, dan doakanlah apa yang telah didoakan oleh para santo agung pada masa lampau. Alangkah bodohnya jika kita berasumsi bahwa hanya dengan mengandalkan diri sendiri, kita sanggup melihat segala hal yang hendak disingkapkan oleh Alkitab dan segala kebutuhan yang perlu kita doakan, tanpa tuntunan dari buku-buku yang bermutu.
Naskah #4. Pola-pola. Kembangkanlah pola-pola doa yang memberi Anda sebuah panduan mengenai apa yang harus dilakukan langkah demi langkah, saat Anda berlutut dalam doa. Misalnya adalah sebuah pola seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, yakni menyusun doa-doa Anda dengan panduan doa Bapa Kami. Pola yang telah saya gunakan setiap hari adalah sebuah pola lingkaran konsentris yang dimulai dengan jiwa saya sendiri – di mana saya merasakan dosa dan kebutuhan yang paling intens – baru kemudian bergerak menuju kepada anggota keluarga saya, para staf penggembalaan dan para penatua, seluruh staf gereja, para misionaris kita, lalu kebutuhan umum dalam tubuh Kristus secara lebih luas serta dampak Injil Kristus dalam berbagai program misi dan budaya. Tanpa bentuk atau pola seperti ini, saya cenderung terpaku dan tidak pergi ke mana-mana.
Jadi pasangan pertama adalah bebas dan terencana. Doa yang tidak terstruktur terkait dengan berbagai kebutuhan dan ucapan syukur serta pujian yang mengalir bebas. Doa yang terstruktur terkait dengan bantuan seperti Alkitab, sejumlah daftar, buku, dan pola. Jika Anda “bertekun dalam doa,” Anda akan berupaya menjadikan kehidupan doa Anda bebas dan terencana.
A – Alone and Assembled (Pribadi dan bersama Jemaat)
Bertekun dalam doa berimplikasi bahwa Anda akan mempraktikkan kehidupan doa baik secara pribadi maupun bersama jemaat, dengan orang-orang Kristen lainnya.
Oh betapa pentingnya bagi kita untuk dapat bertemu dengan Allah secara pribadi melalui Yesus Kristus. Tidak ada Kekristenan yang tidak melibatkan sebuah keyakinan pribadi pada, sekaligus sebuah persekutuan dengan, diri Allah melalui pribadi Yesus. Tanpa semua ini, Kekristenan hanya tinggal kulit luar, dan pertunjukan, dan kepura-puraan belaka. Susana Wesley yang memiliki 16 anak itu memiliki kebiasaan menarik kain apronnya hingga menutupi kepala sementara ia berada di dapur, dan semua anaknya paham bahwa itu berarti saat penuh keheningan di dapur telah tiba. Anak-anak perlu tahu bahwa ayah dan ibu memiliki waktu bersama Yesus yang kudus dan tidak dapat diganggu. Temukan tempat, rencanakan waktu, dan ajarkan disiplin pada anak-anak.
Tetapi menurut saya berdoa bersama jemaat, dengan orang-orang percaya lainnya, cenderung lebih diabaikan daripada berdoa secara pribadi. Secara pribadi dan bersama jemaat. Perjanjian Baru penuh dengan kisah mengenai aktivitas doa bersama jemaat. Faktanya, mayoritas istilah doa dalam Perjanjian Baru sangat mungkin merujuk kepada aktivitas berdoa bersama jemaat. Kisah Para Rasul 1:14 menuliskan, “Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama, dengan beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus, dan dengan saudara-saudara Yesus” – inilah umumnya yang akan Anda temukan. Kisah Para Rasul 12:12 mencatat saat di mana Rasul Petrus baru saja keluar dari penjara, “pergilah ia ke rumah Maria, ibu Yohanes yang disebut juga Markus. Di situ banyak orang berkumpul dan berdoa.” Acara pertemuan doa itu lazim dan, menurut saya, normatif dalam kehidupan jemaat mula-mula.
Perihal bertekun dalam doa dalam Perjanjian Baru pasti mencakup berdoa bersama dengan umat Allah. Bagaimana keberadaan Anda dalam hal ini? Ini bukan Kekristenan tingkat mahir. Ini adalah Kekristenan tingkat dasar. Minggu ini kita telah merencanakan dua belas pertemuan doa berdurasi 30 menit, ditambah dengan doa sepanjang malam selama delapan jam pada hari Jumat. Pilihan tersebut dimaksudkan untuk menolong Anda dalam membuat terobosan baru. Selama tahun ini, ada sejumlah pertemuan doa berdurasi 30 menit selama enam pagi setiap minggunya, Rabu sore pada pukul 5:45 di pusat kota. Lalu ada sejumlah kelompok kecil yang melakukan pertemuan untuk berdoa dan melayani. Lalu ada sebuah aktivitas pada hari Minggu pagi yang berupa acara berdoa dalam pujian dan sejumlah cara berdoa yang lain. Jika berkumpul untuk berdoa belum menjadi bagian dari ketekunan Anda dalam berdoa, mkaa jadikan tahun 2003 sebagai tahun terobosan. Baik ini maupun itu: bebas dan terencana, secara pribadi dan bersama jemaat.
D – Desperate and Delighted (Putus Asa dan Bersukacita)
Bertekun dalam doa berimplikasi bahwa Anda datang kepada Allah dalam doa, selalu putus asa dan selalu bersukacita. Maksud saya adalah doa merupakan kesempatan untuk bertemu Allah dengan membawa sakit hati dan ketakutan Anda yang paling dalam. Namun doa adalah juga kesempatan untuk bertemu Allah dengan membawa sukacita dan ucapan syukur Anda yang paling tinggi. Bantal yang Anda gunakan untuk menopang lutut Anda ketika menaikkan doa setiap hari ke hadapan Allah Bapa, akan menjadi bantal yang berlumuran dengan noda air mata. Sekalipun demikian, karena Allah adalah Allah yang mendengar doa, maka Anda akan bersama dengan Rasul Paulus mengatakan, “berdukacita, namun senantiasa bersukacita” (2 Korintus 6:10). Dan sering kali sukacita itu akan mengalahkan beban-beban dunia berdosa ini – sebagaimana seharusnya – dan membuat Anda ingin melompat penuh sukacita. Bapa ingin bertemu dengan Anda pada saat-saat seperti itu juga. Bertekunlah dalam doa dalam keadaan putus asa maupun dalam keadaan bersukacita – dalam acara puasa maupun acara pesta. Bukan ini ataupun itu, melainkan baik ini maupun itu.
E - Explosive and Extended (Meledak-ledak dan Panjang)
Yang saya maksud di sini adalah pendek dan panjang. Saya seharusnya mengatakan pendek dan panjang, tetapi kemudian huruf-huruf awalnya akan tidak sesuai dan akronim tidak akan berbunyi apa pun. Selain itu, meledak-ledak (eksplosif) itu lebih gamblang dan memang demikianlah seharusnya doa itu dari waktu ke waktu. Jika Anda bertekun dalam doa, Anda akan secara berkala meledak-ledak dalam doa-doa penuh pujian dan pengucapan syukur serta kebutuhan dan semua itu takkan berlangsung lebih dari beberapa detik. Selain itu, jika Anda bertekun dalam doa, maka akan ada saat-saat di mana Anda ingin tinggal dalam waktu yang lebih lama untuk berdoa kepada Tuhan. Satu saat saya melakukan pembicaraan telepon yang pendek dengan Noel, namun pada saat yang lain, kami menghabiskan malam hari bersama-sama. Jika Anda mengasihi Kristus dan mengandalkan Dia untuk segala sesuatu dan menghargai Dia di atas segala sesuatu, maka Anda akan menemui Dia secara teratur dengan doa-doa yang meledak-ledak maupun doa-doa yang panjang.
S - Spontaneous and Scheduled (Spontan dan Terjadwal)
Apakah perbedaan antara hal ini dengan “bebas dan terencana” atau “meledak dan panjang”? Istilah “bebas dan terencana” itu saya tujukan bagi isi doa-doa kita – apa yang kita lakukan ketika kita datang untuk berdoa. Istilah “meledak dan panjang” saya tujukan bagi panjang pendeknya doa-doa kita. Istilah spontan dan terjadwal saya tujukan bagi saat-saat kita berdoa.
Jika kita bertekun dalam doa, kita akan berdoa secara spontan sepanjang hari – tanpa henti sebagaimana yang dikatakan oleh Rasul Paulus – roh yang bersekutu dengan Kristus secara terus-menerus, berjalan bersama Roh dan mengenal Dia sebagai Pribadi yang hadir secara terus-menerus dalam hidup Anda. Tak ada rumusan yang dapat memastikan kapan Anda selayaknya berbicara kepada-Nya. Itu dapat terjadi lusinan kali dalam sehari. Ini normal dan baik. Inilah yang disebut sebagai bertekun dalam doa.
Tetapi jika Anda hanya berdoa secara spontan, maka Anda belum berdoa cukup lama. Buah kelimpahan yang sejati dari spontanitas tumbuh di taman yang dirawat dengan baik oleh jadwal yang disiplin. Maka saya memohon kepada Anda, milikilah waktu-waktu doa yang telah terjadwal. Rencanakanlah itu untuk tahun 2003. Kapan Anda hendak mulai menghadap ke hadirat-Nya secara teratur? Berapa lama waktu yang akan Anda sisihkan? Saya mendorong Anda untuk memulainya setiap hari dengan cara demikian. Apakah Anda bersedia untuk menjadwalkan satu atau dua setengah hari atau berhari-hari secara pribadi atau dengan seorang teman atau dengan pasangan Anda – bukan untuk membaca sebuah buku, tetapi untuk berdoa selama empat jam atau delapan jam. Bagaimana caranya? Hanya dengan membaca Alkitab Anda dan menjadikannya bahan untuk berdoa. Noel dan saya pernah memiliki beberapa hari yang paling diberkati, yakni ketika kami mengambil sebuah kitab yang pendek dari Alkitab dan membaca satu pasal lalu berhenti dan mendoakan pasal tersebut dalam konteks keluarga dan gereja kami. Lalu membaca pasal yang lain dan berdoa, dan demikianlah seterusnya. Tetapi itu tidak terjadi begitu saja. Itu harus dijadwalkan. Itu bukan terjadi secara spontan. Itu terstruktur. Dan itu menakjubkan.
Nah, itulah semua, kini Anda telah mengetahuinya. Firman Allah bagi kita pada hari ini adalah “Bertekunlah dalam doa.” Teruslah berada di dalam doa. Teruslah setia di dalam doa. Mengapa? Karena Allah sendirilah yang memberi perintah kepada kita; kebutuhan akan hal itu sangatlah besar dan kekekalan menjadi taruhannya; dan Allah mendengar dan sanggup melakukan banyak hal dalam waktu lima detik, jauh lebih banyak daripada yang dapat kita lakukan dalam waktu lima tahun.
Jadi bagaimana kita dapat bertekun dalam doa? Seperti yang dijabarkan di atas. Tanpa semua ini doa akan FADES (MEMUDAR). Kiranya doa Anda ...
F – Free and Formed (Bebas dan Terencana)
A – Alone and Assembled (Pribadi dan bersama Jemaat)
D – Desperate and Delighted (Putus Asa dan Bersukacita)
E – Explosive and Extended (Meledak-ledak dan Panjang)
S – Spontaneous and Scheduled (Spontan dan Terjadwal)
Kiranya Allah memberi Anda roh yang penuh dengan anugerah serta permohonan dalam minggu doa ini dan juga sepanjang tahun mendatang.
1 Mendambakan Allah (Surabaya: Penerbit Momentum, 2008)
2 Kesukaan Allah (Surabaya: Penerbit Momentum, 2008).
3 Jadikan Sekalian Bangsa Bersukacita! (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2003, cetakan ke-2).
4 Kesukaan Allah, hlm. 253-256.
5 Jadikan Sekalian Bangsa Bersukacita!, hlm. 89-99.